TT Tempe


TINJAUAN TEORITIS
          Tempe merupakan makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti), atau Rhizopus arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
          Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).
          Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut tempe. Terdapat dua golongan besar tempe menurut bahan dasarnya, yaitu tempe berbahan dasar legum dan tempe berbahan dasar non-legum.
          Tempe bukan kedelai yang berbahan dasar legum mencakup tempe koro benguk (dari biji kara benguk, Mucuna pruriens L.D.C. var. utilis, berasal dari sekitar Waduk Kedungombo), tempe gude (dari kacang gude, Cajanus cajan), tempe gembus (dari ampas kacang gude pada pembuatan pati, populer di Lombok dan Bali bagian timur), tempe kacang hijau (dari kacang hijau, terkenal di daerah Yogyakarta), tempe kacang kecipir (dari kecipir, Psophocarpus tetragonolobus), tempe kara pedang (dari biji kara pedang Canavalia ensiformis), tempe lupin (dari lupin, Lupinus angustifolius), tempe kacang merah (dari kacang merah, Phaseolus vulgaris), tempe kacang tunggak (dari kacang tunggak, Vigna unguiculata), tempe kara wedus (dari biji kara wedus Lablab purpures), tempe kara (dari kara kratok, Phaseolus lunatus, banyak ditemukan di Amerika Utara), dan tempe menjes (dari kacang tanah dan kelapa, terkenal di sekitar Malang). Tempe berbahan dasar non-legum mencakup tempe mungur (dari biji mungur, Enterolobium samon), tempe bongkrek (dari bungkil kapuk atau ampas kelapa, terkenal di daerah Banyumas), tempe garbanzo (dari ampas kacang atau ampas kelapa, banyak ditemukan di Jawa Tengah), tempe biji karet (dari biji karet, ditemukan di daerah Sragen, jarang digunakan untuk makanan), dan tempe jamur merang (dari jamur merang).
Asal usul tempe
          Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun demikian, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.  Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut.
          Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji1 kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.
Tahapan pembuatan tempe
          Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan pembersihan, perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
1.    Penghilangan kotoran, sortasi, dan penghilangan kulit.
Biji kedelai harus bersih, bebas dari campuran batu kerikil, atau bijian lain,tidak rusak dan bentuknya seragam. Kulit biji kedelai harus dihilangkan untuk memudahkan pertumbuhan jamur. Penghilangan kulit biji dapat dilakukan secarakering atau basah. Cara kering lebih efisien, yaitu dikeringkan terlebih dahulu padasuhu 1040 C selama 10 menit atau dengan pengeringan sinar matahari selama 1-2 jam.Selanjutnya penghilangan kulit dilakukan dengan alat “Burr Mill”, atau dapat dilakukan dengan cara manual yaitu dengan menggunakan tangan. Biji kedelai tanpa kulit dalam keadaan kering dapat disimpan lama.Penghilangan biji secara basah dapat dilakukan setelah biji mengalami hidrasi yaitu setelah perebusan atau perendaman. Biji yang telah mengalami hidrasi lebihmudah dipisahkan dari bagian kulitnya, tetapi dengan cara basah tidak dapat disimpan lama.
2.    Perendaman atau pre fermentasi
Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar air  biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %. Proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehinggaterjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5 – 5,3. Penurunan biji kedelaitidak menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan yang bersifat pembusuk. Proses fermentasi selama perendaman yang dilakukan bakteri mempunyai arti penting ditinjau dari aspek gizi, apabila asam yang dibentuk dari gula stakhijosa danrafinosa. Keuntungan lain dari kondisi asam dalam biji adalah menghambat penaikan pH sampai di atas 7,0 karena adanya aktivitas proteolitik jamur dapat membebaskanamonia sehingga dapat meningkatkan pH dalam biji. Pada pH di atas 7,0 dapatmenyebabkan penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur tempe. Hessseltine,et.al (1963), mendapatkan bahwa dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap pemanasan dan larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus oligosporus, dan juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut. Penemuan ini menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat penting untuk menghilangkan komponen tersebut.Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin tinggisuhu yang dipergunakan makin cepat proses hidrasinya, tetapi bila perendamandilakukan pada suhu tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakterisehingga tidak terbentuk asam.

3.    Proses Perebusan
Proses pemanasan atau perebusan biji setelah perendaman bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor,membantu membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang diperlukan untuk  pertumbuhan jamur ( Hidayat, dkk. 2006).
4.    Penirisan dan Penggilingan
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,mengeringkan permukaan biji dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengankondisi pertumbuhan jamur, air yang berlebihan dalam biji dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan jamur dan menstimulasi pertumbuhan bakteri-bakterikontaminan, sehingga menyebabkan pembusukan.

5.    Inokulasi
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia
Pada pembuatan tempe dapat dilakukan dengan mempergunakan beberapa bentuk inokulan yaitu :
a)   Usar, dibuat dari daun waru ( Hibiscus tiliaceus) atau jati (Tectona grandis) merupakan media pembawa spora jamur. Usar ini banyak dipergunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
b)  Tempe yang telah dikeringkan secara penyinaran matahari atau kering beku.
c)    Sisa spora dan miselia dari wadah atau kemasan tempe
d)  Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dibuat bulat seperti ragiroti.
e)   Spora  Rhizopus oligiosporus yang dicampurkan dengan air.
f)     Isolat  Rhizopus oligosporus dari agar miring untuk pembuatan tempeskala laboratorium.
g)   Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dicampurkan dengan jamur tempe yang ditumbuhkan pada medium dan dikeringkan.

6.    Pengemasan
Kemasan yang dipergunakan untuk fermentasi tempe secara tradisional yaitu daun pisang, jati, waru atau bambu, selanjutnya dikembangkan penggunaan kemasan plastik yang diberi lubang. Secara laboratorium kemasan yang dipergunakan adalah nampan stainless stell dengan berbagai ukuran yang dilengkapi dengan lubang-lubangkecil.6.Inkubasi atau FermentasiInkubasi dilakukan pada suhu 250-370C selama 36-48 jam. Selama inkubasiterjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Persyaratan tempat yang dipergunakan untuk inkubasi kedelai adalahkelembaban, kebutuhan oksigen dan suhu yang sesuai dengan pertumbuhan jamur ( Hidayat, dkk. 2006).

7.    Fermentasi
Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20°C – 37°C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu :
a)   Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlahasam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihatdengan terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makinlebat, sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
b)  Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasitempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetapatau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.
c)    Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti,terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut sehingga terbentuk ammonia.
Dalam pertumbuhannya  Rhizopus akan menggunakan Oksigen dan menghasilkan CO­­2 yang akan menghambat beberapa organisme perusak. Adanya spora dan hifa juga akan menghambat pertumbuhan kapang yang lain. Jamur tempe juga menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan banyak mikrobia.Dalam proses fermentasi, mikroorganisme harus mempunyai 3 karakteristik penting yaitu:
1.    Mikroorganisme harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substratdan lingkungan yang cocok untuk memperbanyak diri.
2.    Mikroorganisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologi dan memilki enzim-enzim esensial yang mudah dan banyak supaya perubahan-perubahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi.
3.    Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan harus sesuai supaya produksi maksimum.

Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Tempe

1.    Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalucepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakankantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantongtersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnyasekitar 2 cm.
2.    Uap air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal inidisebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk  pertumbuhannya.
3.    SuhuKapang
Tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik,yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka padawaktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4.    Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya.Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lamadisimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan. Untuk membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau ragi tempe.Laru tempe dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau yangmenempel pada daun waru dan dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepungdibuat dengan cara menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan dankemudian ditumbuk. Bahan yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-macam seperti tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.
Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapatdibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murnicampuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yangterdapat dan berperan dalam laru tersebut.

Manfaat Tempe
1.Sumber Nutrisi
a.    Protein
Setiap 100 gram tempe segar dapat menyumbangkan 10,9 gram protein bagitubuh konsumennya. Itu berarti lebih dari 25% kebutuhan protein yang dianjurkan per hari bagi orang dewasa. Keunggulan tempe adalah sekitar 56% dari jumlah protein yang dikonsumsi dapat dimanfaatkan tubuh. Nitrogen terlarutnya meningkat 0,5 – 2,5% dan jumlah asam amino bebasnya setelah fermentasi meningkat 1 – 85 kali lipatdari kadarnya pada kedelai mentah.

b.    Enzim
Tempe juga mengeluarkan enzim protease yang diperlukan dalam prosesmetabolisme protein menjadi asam amino di dalam pencernaan.

c.     Lemak
Kadar lemak tempe cukup tinggi. Dalam 100 gram tempe segar terdapat 8,8gram lemak, dan 19,7 gram lemak pada tempe kering. Keunikannya, tempe jugamengeluarkan enzim lipase yang akan memecah lemak itu menjadi asam lemak.Kadarnya yang terbesar adalah asam lemak esensial linolenat (omega 3 dan omega 6),selain linoleat dan oleat (omega 9).

d.    Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya. Jadi, tempe merupakan sumber vitamin yang baik, khususnya tiamin, riboflavin,asam folat, vitamin B6 (piridoksin), dan vitamin B12. Selain itu, tempe adalah  sumber beberapa mineral penting sperti kalsium, fosfor, zat besi dan seng.

e.    Mineral
Zat besi pada tempe ternyata juga lebih mudah diserap tubuh dibanding pangan nabati lainnya. Sementara mineral kalsiumnya berfungsi ganda, yaitumencegah osteoporosis dan menurunkan kolesterol darah.
2. Mencegah Berbagai Penyakit
a.     Diet.
Bagi mereka yang diet rendah kalori, tempe merupakan makanan yang cocok,yaitu hanya 157 kalori per 100 gram. Padahal beberapa makanan lain nilainya di atas350 kalori.

b.    Diabetes
Hidangan yang sesuai bagi penderita diabetes karena gula yang rendah

c.      Serangan Jantung dan Stroke
Berbagai hasil penelitian terakhir menunjukkan, konsumsi tempe yang teratur setiap hari dapat menurunkan kolesterol darah. Senyawa protein, asam lemak PUFA,serat, niasin dan kalsium, terutama aktif menurunkan kolesterol jahat dalam darah.Sehingga penyumbatan pembuluh darah oleh plaque kolesterol dan pengerasan pembuluhnya dapat dicegah. Penyumbatan dan pengerasan ini sering disebutaterosklerosis yang menyebabkan penyakit jantung, hipertensi, dan stroke. Di dalamtempe juga terdapat senyawa yang akan menghambat aktivitas HMG-CoA reduktase,enzim yang berperan dalam pembentukan kolesterol. Dengan menghambat aktivitasenzim ini, maka tahap awal sintesa kolesterol dapat dicegah.

d.    Osteoporosis
Tempe juga dapat membantu kecukupan kalsium tubuh dan mengurangi risikoosteoporosis yang banyak dialami oleh orang lanjut usia.

e.     Diare
Merangsang antibodi e-coli diare. Tempe, menurut Mohamad Harli, sarjanaGizi Masyarakat dan Sumber Daya IPB, juga merangsang fungsi kekebalan tubuhterhadap E-coli, yakni bakteri penyebab diare yang banyak diderita balita dan anak-anak. Penyebabnya adalah sanitasi lingkungan dan higiene makanan yang merekakonsumsi masih kurang. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi, mudahdicerna sehingga baik untuk mengatasi diare.

f.      Kanker
Senyawa tempe yang diduga memiliki aktivitas antipenyakit degeneratif seperti kanker antara lain vitamin E, karotenoid, superoksida desmutase, danisoflavon. Vitamin E dan korotenoid tempe adalah antioksidan onenzimatik danlipotik, yang mampu memberikan satu ion hodrogen kepada radikal bebas. Sehinggaradikal bebas tersebut stabil dan tidak ganas lagi. Penelitian yang dilakukan diUniversitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat, payudara dan penuaan (aging).Antioksidan ini disentesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus leteus dan Coreyne bacterium.

g.    Anemia
Penyakit anemia ini dapat menyerang wanita yang malas makan, karena takutgemuk, sehingga persediaan dan produksi sel-sel darah merah dalam tubuh yangmenurun., tempe juga dapat berperan sebagai pemasok mineral, vitamin B12 (yangterdapat pada pangan hewani), dan zat besi yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah.
h.    Infeksi
Hasil survey menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawaanti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R. Oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian infeksi.
Rhizopuz.sp
          Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari filum Zygomycota yang banyak menghasilkan enzim protease. R. oligosporus banyak ditemui di tanah, buah, dan sayuran yang membusuk, serta roti yang sudah lama.
          R. oligosporus termasuk dalam Zygomycota yang sering dimanfaatkan dalam pembuatan tempe dari proses fermentasi kacang kedelai, karena R. oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat membuat komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro sehingga tempe lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh. Fungi ini juga dapat memfermentasi substrat lain, memproduksi enzim, dan mengolah limbah. Salah satu enzim yang diproduksi tersebut adalah dari golongan protease.
          R. oligosporus mempunyai koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau lebih.Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak sedikit kasar, dengan panjang lebih dari 1000 mikro meter dan diameter 10-18 mikro meter. Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan diameter 100-180 mikro meter. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian pendek, tidak berwarna, dengan berisi granula, terbentuk pada hifa, sporangiofor dan sporangia.Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris dengan ukuran 7-30 mikro meter atau 12-45 mikro meter x 7-35 mikro meter. R. oligosporus dapat tumbuh optimum pada suhu 30-35 °C, dengan suhu minimum 12 °C, dan suhu maksimum 42 °C.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Caesalpiniaceae

pembutan TAPE

abt CAESALPINIA PULCHERRIMA