TT Tempe
TINJAUAN TEORITIS
Tempe
merupakan makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti
Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti), atau
Rhizopus arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi
tempe. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan
serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam
tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan
antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Secara
umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan
biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi
komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma
khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di
Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia
banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya
sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia.
Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika
Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul
Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau
memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini
dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena
galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya
dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).
Selain
tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai jenis makanan
berbahan bukan kedelai yang juga disebut tempe. Terdapat dua golongan besar
tempe menurut bahan dasarnya, yaitu tempe berbahan dasar legum dan tempe
berbahan dasar non-legum.
Tempe
bukan kedelai yang berbahan dasar legum mencakup tempe koro benguk (dari biji
kara benguk, Mucuna pruriens L.D.C. var. utilis, berasal dari sekitar Waduk
Kedungombo), tempe gude (dari kacang gude, Cajanus cajan), tempe gembus (dari
ampas kacang gude pada pembuatan pati, populer di Lombok dan Bali bagian
timur), tempe kacang hijau (dari kacang hijau, terkenal di daerah Yogyakarta),
tempe kacang kecipir (dari kecipir, Psophocarpus tetragonolobus), tempe kara
pedang (dari biji kara pedang Canavalia ensiformis), tempe lupin (dari lupin,
Lupinus angustifolius), tempe kacang merah (dari kacang merah, Phaseolus
vulgaris), tempe kacang tunggak (dari kacang tunggak, Vigna unguiculata), tempe
kara wedus (dari biji kara wedus Lablab purpures), tempe kara (dari kara
kratok, Phaseolus lunatus, banyak ditemukan di Amerika Utara), dan tempe menjes
(dari kacang tanah dan kelapa, terkenal di sekitar Malang). Tempe berbahan
dasar non-legum mencakup tempe mungur (dari biji mungur, Enterolobium samon),
tempe bongkrek (dari bungkil kapuk atau ampas kelapa, terkenal di daerah
Banyumas), tempe garbanzo (dari ampas kacang atau ampas kelapa, banyak
ditemukan di Jawa Tengah), tempe biji karet (dari biji karet, ditemukan di
daerah Sragen, jarang digunakan untuk makanan), dan tempe jamur merang (dari
jamur merang).
Asal usul tempe
Tidak
seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau
Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Tidak jelas kapan pembuatan tempe
dimulai. Namun demikian, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak
berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa,
khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Kata
"tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno
terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi.
Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan
tumpi tersebut.
Selain
itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa
Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era
Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil
pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain
itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh
orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji1 kedelai yang
difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan
tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa
yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.
Tahapan pembuatan tempe
Terdapat
berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia
secara umum terdiri dari tahapan pembersihan, perebusan, pengupasan, perendaman
dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
1. Penghilangan kotoran,
sortasi, dan penghilangan kulit.
Biji kedelai harus bersih, bebas dari campuran batu kerikil,
atau bijian lain,tidak rusak dan bentuknya seragam. Kulit biji kedelai harus
dihilangkan untuk memudahkan pertumbuhan jamur. Penghilangan kulit biji dapat
dilakukan secarakering atau basah. Cara kering lebih efisien, yaitu dikeringkan
terlebih dahulu padasuhu 1040 C selama 10 menit atau dengan
pengeringan sinar matahari selama 1-2 jam.Selanjutnya penghilangan kulit
dilakukan dengan alat “Burr Mill”, atau dapat dilakukan dengan cara manual
yaitu dengan menggunakan tangan. Biji kedelai tanpa kulit dalam keadaan kering dapat
disimpan lama.Penghilangan biji secara basah dapat dilakukan setelah biji
mengalami hidrasi yaitu setelah perebusan atau perendaman. Biji yang telah
mengalami hidrasi lebihmudah dipisahkan dari bagian kulitnya, tetapi dengan
cara basah tidak dapat disimpan lama.
2. Perendaman atau pre
fermentasi
Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi,
sehingga kadar air biji naik sebesar
kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %. Proses perendaman
memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehinggaterjadi
penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5 – 5,3. Penurunan biji kedelaitidak
menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan
bakteri-bakteri kontaminan yang bersifat pembusuk. Proses fermentasi selama
perendaman yang dilakukan bakteri mempunyai arti penting ditinjau dari aspek
gizi, apabila asam yang dibentuk dari gula stakhijosa danrafinosa. Keuntungan
lain dari kondisi asam dalam biji adalah menghambat penaikan pH sampai di atas
7,0 karena adanya aktivitas proteolitik jamur dapat membebaskanamonia sehingga
dapat meningkatkan pH dalam biji. Pada pH di atas 7,0 dapatmenyebabkan
penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur tempe. Hessseltine,et.al (1963),
mendapatkan bahwa dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap
pemanasan dan larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus
oligosporus, dan juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur
tersebut. Penemuan ini menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat
penting untuk menghilangkan komponen tersebut.Proses hidrasi terjadi selama
perendaman dan perebusan biji. Makin tinggisuhu yang dipergunakan makin cepat
proses hidrasinya, tetapi bila perendamandilakukan pada suhu tinggi menyebabkan
penghambatan pertumbuhan bakterisehingga tidak terbentuk asam.
3. Proses Perebusan
Proses pemanasan atau
perebusan biji setelah perendaman bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri
kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor,membantu membebaskan
senyawa-senyawa dalam biji yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur ( Hidayat, dkk. 2006).
4. Penirisan dan
Penggilingan
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam
biji,mengeringkan permukaan biji dan menurunkan suhu biji sampai sesuai
dengankondisi pertumbuhan jamur, air yang berlebihan dalam biji dapat
menyebabkan penghambatan pertumbuhan jamur dan menstimulasi pertumbuhan
bakteri-bakterikontaminan, sehingga menyebabkan pembusukan.
5. Inokulasi
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe
atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun
waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang
tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di
pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat
tempe di luar Indonesia
Pada pembuatan tempe dapat dilakukan dengan mempergunakan
beberapa bentuk inokulan yaitu :
a)
Usar, dibuat dari daun waru ( Hibiscus tiliaceus) atau jati
(Tectona grandis) merupakan media pembawa spora jamur. Usar ini banyak
dipergunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
b)
Tempe yang telah dikeringkan secara penyinaran matahari atau
kering beku.
c)
Sisa spora dan miselia dari wadah atau kemasan tempe
d)
Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dibuat bulat
seperti ragiroti.
e)
Spora Rhizopus
oligiosporus yang dicampurkan dengan air.
f)
Isolat Rhizopus
oligosporus dari agar miring untuk pembuatan tempeskala laboratorium.
g)
Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dicampurkan dengan
jamur tempe yang ditumbuhkan pada medium dan dikeringkan.
6. Pengemasan
Kemasan yang dipergunakan untuk fermentasi tempe secara
tradisional yaitu daun pisang, jati, waru atau bambu, selanjutnya dikembangkan
penggunaan kemasan plastik yang diberi lubang. Secara laboratorium kemasan yang
dipergunakan adalah nampan stainless stell dengan berbagai ukuran yang
dilengkapi dengan lubang-lubangkecil.6.Inkubasi atau FermentasiInkubasi
dilakukan pada suhu 250-370C selama 36-48 jam. Selama
inkubasiterjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen
dalam biji kedelai. Persyaratan tempat yang dipergunakan untuk inkubasi kedelai
adalahkelembaban, kebutuhan oksigen dan suhu yang sesuai dengan pertumbuhan
jamur ( Hidayat, dkk. 2006).
7. Fermentasi
Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami
proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus
biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada
suhu 20°C – 37°C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya
untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi,
sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan
waktu fermentasi sampai 36 jam.
Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu :
a) Fase pertumbuhan cepat
(0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlahasam lemak bebas, penaikan suhu,
pertumbuhan jamur cepat, terlihatdengan terbentuknya miselia pada permukaan
biji makin lama makinlebat, sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
b) Fase transisi (30-50 jam
fermentasi) merupakan fase optimal fermentasitempe dan siap untuk dipasarkan.
Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan
pertumbuhan jamur hampir tetapatau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal,
dan tekstur lebih kompak.
c) Fase pembusukan atau
fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah bakteri dan
jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada kadar air tertentu
pertumbuhan jamur terhenti,terjadi perubahan flavor karena degradasi protein
lanjut sehingga terbentuk ammonia.
Dalam pertumbuhannya
Rhizopus akan menggunakan Oksigen dan menghasilkan CO2 yang
akan menghambat beberapa organisme perusak. Adanya spora dan hifa juga akan
menghambat pertumbuhan kapang yang lain. Jamur tempe juga menghasilkan
antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan banyak mikrobia.Dalam proses
fermentasi, mikroorganisme harus mempunyai 3 karakteristik penting yaitu:
1. Mikroorganisme harus
mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substratdan lingkungan yang cocok untuk
memperbanyak diri.
2. Mikroorganisme harus
memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologi dan memilki enzim-enzim
esensial yang mudah dan banyak supaya perubahan-perubahan kimia yang
dikehendaki dapat terjadi.
3. Kondisi lingkungan yang
diperlukan bagi pertumbuhan harus sesuai supaya produksi maksimum.
Faktor yang Perlu
Diperhatikan dalam Pembuatan Tempe
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang
terlalucepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga
dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila
digunakankantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada
kantongtersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang
lainnyasekitar 2 cm.
2. Uap air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal
inidisebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
3. SuhuKapang
Tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik,yaitu
dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka padawaktu
pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4. Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang
keaktifannya.Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum
terlalu lamadisimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.
Untuk membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau ragi tempe.Laru
tempe dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau
yangmenempel pada daun waru dan dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk
tepungdibuat dengan cara menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan
dankemudian ditumbuk. Bahan yang akan digunakan untuk sporulasi dapat
bermacam-macam seperti tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.
Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe
dapatdibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum
murnicampuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba
yangterdapat dan berperan dalam laru tersebut.
Manfaat Tempe
1.Sumber Nutrisi
a.
Protein
Setiap 100 gram tempe segar dapat menyumbangkan 10,9 gram
protein bagitubuh konsumennya. Itu berarti lebih dari 25% kebutuhan protein
yang dianjurkan per hari bagi orang dewasa. Keunggulan tempe adalah sekitar 56%
dari jumlah protein yang dikonsumsi dapat dimanfaatkan tubuh. Nitrogen
terlarutnya meningkat 0,5 – 2,5% dan jumlah asam amino bebasnya setelah
fermentasi meningkat 1 – 85 kali lipatdari kadarnya pada kedelai mentah.
b. Enzim
Tempe juga mengeluarkan enzim protease yang diperlukan dalam
prosesmetabolisme protein menjadi asam amino di dalam pencernaan.
c.
Lemak
Kadar lemak tempe cukup tinggi. Dalam 100 gram tempe segar
terdapat 8,8gram lemak, dan 19,7 gram lemak pada tempe kering. Keunikannya,
tempe jugamengeluarkan enzim lipase yang akan memecah lemak itu menjadi asam
lemak.Kadarnya yang terbesar adalah asam lemak esensial linolenat (omega 3 dan
omega 6),selain linoleat dan oleat (omega 9).
d. Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air
(vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan
sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam
tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam
nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak
dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun
tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin
yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling
mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33
kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali,
piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali,
dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang
tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan
Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3
mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan
vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para
vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang
mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya. Jadi, tempe merupakan sumber
vitamin yang baik, khususnya tiamin, riboflavin,asam folat, vitamin B6
(piridoksin), dan vitamin B12. Selain itu, tempe adalah sumber beberapa mineral penting sperti
kalsium, fosfor, zat besi dan seng.
e.
Mineral
Zat
besi pada tempe ternyata juga lebih mudah diserap tubuh dibanding pangan nabati
lainnya. Sementara mineral kalsiumnya berfungsi ganda, yaitumencegah
osteoporosis dan menurunkan kolesterol darah.
2. Mencegah Berbagai Penyakit
a. Diet.
Bagi mereka yang diet rendah kalori, tempe merupakan makanan
yang cocok,yaitu hanya 157 kalori per 100 gram. Padahal beberapa makanan lain
nilainya di atas350 kalori.
b.
Diabetes
Hidangan yang sesuai bagi penderita diabetes karena gula yang
rendah
c. Serangan Jantung dan Stroke
Berbagai hasil penelitian terakhir menunjukkan, konsumsi tempe
yang teratur setiap hari dapat menurunkan kolesterol darah. Senyawa protein,
asam lemak PUFA,serat, niasin dan kalsium, terutama aktif menurunkan kolesterol
jahat dalam darah.Sehingga penyumbatan pembuluh darah oleh plaque kolesterol
dan pengerasan pembuluhnya dapat dicegah. Penyumbatan dan pengerasan ini sering
disebutaterosklerosis yang menyebabkan penyakit jantung, hipertensi, dan
stroke. Di dalamtempe juga terdapat senyawa yang akan menghambat aktivitas
HMG-CoA reduktase,enzim yang berperan dalam pembentukan kolesterol. Dengan
menghambat aktivitasenzim ini, maka tahap awal sintesa kolesterol dapat
dicegah.
d. Osteoporosis
Tempe juga dapat membantu kecukupan kalsium tubuh dan mengurangi
risikoosteoporosis yang banyak dialami oleh orang lanjut usia.
e. Diare
Merangsang antibodi e-coli diare. Tempe, menurut Mohamad Harli,
sarjanaGizi Masyarakat dan Sumber Daya IPB, juga merangsang fungsi kekebalan
tubuhterhadap E-coli, yakni bakteri penyebab diare yang banyak diderita balita
dan anak-anak. Penyebabnya adalah sanitasi lingkungan dan higiene makanan yang
merekakonsumsi masih kurang. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi,
mudahdicerna sehingga baik untuk mengatasi diare.
f.
Kanker
Senyawa tempe yang diduga memiliki aktivitas antipenyakit
degeneratif seperti kanker antara lain vitamin E, karotenoid, superoksida
desmutase, danisoflavon. Vitamin E dan korotenoid tempe adalah antioksidan
onenzimatik danlipotik, yang mampu memberikan satu ion hodrogen kepada radikal
bebas. Sehinggaradikal bebas tersebut stabil dan tidak ganas lagi. Penelitian
yang dilakukan diUniversitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa
genestein dan phytoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah
kanker prostat, payudara dan penuaan (aging).Antioksidan ini disentesis pada
saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri
Micrococcus leteus dan Coreyne bacterium.
g.
Anemia
Penyakit anemia ini dapat menyerang wanita yang malas makan,
karena takutgemuk, sehingga persediaan dan produksi sel-sel darah merah dalam
tubuh yangmenurun., tempe juga dapat berperan sebagai pemasok mineral, vitamin
B12 (yangterdapat pada pangan hewani), dan zat besi yang sangat dibutuhkan
dalam pembentukan sel darah merah.
h. Infeksi
Hasil
survey menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawaanti bakteri yang diproduksi
oleh karang tempe (R. Oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat
meminimalkan kejadian infeksi.
Rhizopuz.sp
Rhizopus
oligosporus merupakan kapang dari filum Zygomycota yang banyak menghasilkan
enzim protease. R. oligosporus banyak ditemui di tanah, buah, dan sayuran yang
membusuk, serta roti yang sudah lama.
R.
oligosporus termasuk dalam Zygomycota yang sering dimanfaatkan dalam pembuatan
tempe dari proses fermentasi kacang kedelai, karena R. oligosporus yang
menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat membuat komponen makro pada
kedelai dipecah menjadi komponen mikro sehingga tempe lebih mudah dicerna dan
zat gizinya lebih mudah terserap tubuh. Fungi ini juga dapat memfermentasi
substrat lain, memproduksi enzim, dan mengolah limbah. Salah satu enzim yang
diproduksi tersebut adalah dari golongan protease.
R.
oligosporus mempunyai koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau
lebih.Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak
sedikit kasar, dengan panjang lebih dari 1000 mikro meter dan diameter 10-18
mikro meter. Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan,
dengan diameter 100-180 mikro meter. Klamidospora banyak, tunggal atau
rantaian pendek, tidak berwarna, dengan berisi granula, terbentuk pada hifa,
sporangiofor dan sporangia.Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris
dengan ukuran 7-30 mikro meter atau 12-45 mikro meter x 7-35 mikro meter. R. oligosporus
dapat tumbuh optimum pada suhu 30-35 °C, dengan suhu minimum 12 °C, dan suhu
maksimum 42 °C.
Komentar
Posting Komentar